-->

Model Pengembangan Instruksional

Setelah kita mengerti siapa sih guru itu? Bagaimanakah ciri-ciri guru yang professional? Dan cara apakah atau metode apa yang bisa guru gunakan dalam setiap pembelajarannya, sekarang yang akan kita kaji adalah bagaimana cara seorang guru mengembangkan pembelajaran yang sedang ia kerjakan.
Seorang yang telah mengetahui bagaimana strategi dan metode pembelajaran saja belum dikatakan cukup dalam proses pembelajarannya, maka dari itu penulis akan menambahkan dengan pengembangan instruksional. Apakah pengembangan instruksional itu? Penulis akan sajikan dalam pemaparan berikut.
Yang dimaksud dengan pengembangan instruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Twelker dalam Mudhoffir, 1986 : 33).
Hasil akhir pengembangan instruksional terhadap materi dan strategi belajar mengajar yang dikembangkan secara empiris secara konsisten untuk mencapai tujuan instruksional tertentu.
Pengembangan instruksional ini terdiri dari seperangkat kegiatan meliputi perencanaan, pengembangan dan evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang dikembangkan tersebut sehingga mengalami revisi beberapa kali dan dapat memuaskan bagi pengembangan.
Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam mencari pemecahan masalah-masalah instruksional atau setidak-tidaknya dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperbaiki pendidikan.
Ada beberapa model pengembangan instruksional, antara lain pengembangan instruksional model Banathy, PPSI, model Kemp, model Briggs, model Gerlach &  Ely, model IDI (Instruksional Development Institute), dan lain-lainnya.
1.      Model Bela H. Banathy
Pengembangan Instruksional model Banathy ini dapat diinformasikan dalam enam langkah sebagai berikut:
Langkah pertama; merumuskan tujuan (Formulate objectives)
Langkah kedua; mengembangkan test (develop test)
Langkah ketiga; menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task)
Langkah keempat; mendesain struktur instruksional (design system)
Langah kelima; melaksanakan kediatan dan mengetes hasil (Implement and test output)
Langkah keenam; mengadakan perbaikan (change to improve)
2.      Model Pengembangan Sistem Instruksional (MPSI)
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren cana pendahuluan". Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya."
3.      Model Briggs
Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistim dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional yang susunan anggotanya meliputi: dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional (Mudhoffir, 1986 : 34)
Brigs berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan untuk semua jaajaran dalam bidang pendidikan dan latihan. Karena itu dia berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk pengembangan program latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada program-program akademis saja. Di samping itu, model ini dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah instruksional.
Dalam pengembangan instruksional ini berlaku prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi pencapaiannya dan evaluasi keberhasilannya, yang ketiganya merupakan tiang pancang desain instruksionalnya Briggs.
4.      Model Kemp
Pengembangan instruksional yang dikembangkan oleh Kemp (1977) ini juga disebut sebagai Desain Instruksional, yang terdiri dari 10 langkah.
1.      Penentuan tujuan instruksional umum (TIU); yaitu tujuan yang ditetapkana menurut masing-masing pokok bahasan.
2.      Menganalisis karakteristik siswa; dalam analisis ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-langkah apa yang perlu ditetapkan.
3.      Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK); yakni tujuan yang ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa ukuran yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut.
4.      Menentukan materi pelajaran;yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan.
5.      Mengadakan penjajakan awal (preassesment); langkah ini sama halnya dengan test awal yang fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi syarat belajar yang ditentukan ataukah belum.
6.      Menentukan strategi belajar dan mengajar yang relevan; sebagai patokan untuk memilih strategi yang dimaksud, Kemp menentukan 4 kriteria;
a)      Efisiensi;
b)      Keefektifan;
c)      Ekonomis;
d)     Kepraktisan.
Dalam memilih strategi belajar-mengajar tersebut harus melalui analisis alternatif.
7.         Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan, meliputi:
a)      Biaya;
b)      Fasilitas;
c)      Peralatan;
d)     Waktu dan
e)      Tenaga
8.         Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebuut digunakan untuk mengontrol dan mengkaji sejauhmana keberhasilan suatu program yang telah direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah dibuat, instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya.
5.      Model IDI
Pengembangan instruksional model ID (Instruksional Development Institute) merupakan suatu hasil konsorsium antar perguruan tinggi di Amerika Serikat yang dikenal dengan Uniiversity Consorsium Instructional Development and Technology (UCIDT).
Model IDI ini telah dikembangkan dan diuji-cobakan pada beberapa negara di Asia dan Eropa dan telah berhasil di 334 institusi pendidikan di Amerika. Sebagaimana halnya dengan model-model pengembangan instruksional lainnya, model ini juga menggunakan model pendekatan sistim yang meliputi tiga tahapan, yakni;
1)      Pembatasan (define)
2)      Pengembangan (develop)
3)      Penilaian (evaluate)
1)      Tahap pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau yang disebut need assesment. Pada dasarnya need assisment ini berusaha menemukan suatu perbedaan (descrypancy) antara apa yang ada dan apa yang idealnya (yang diinginkan). Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu diadakan prioritas mana yang didahulukan dan mana yang dikemudian.
2)      Tahap Pengembangan
Identifikasi tujuan; tujuan instruksional yang hendak dicapai perlu diidentifikasikan terlebih dahulu, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK adalah penjabaran yang lebih rinci dari TIU, maka TIK dianggap penting sekali dalam pengembangan instruksional, disamping itu TIK perlu karena;
a)      Membantu siswa dan guru untuk memahami secara jelas apa-apa yang diharapkan sebagai hasil kegiatan instruksional;
b)      TIK merupakan building blocks dari pengajaran yang diberikan
c)      TIK merupakan penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan oleh siswa sesuai dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
Penentuan metode;
Ø  Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan perlu ditempuh suatu cara, dalam hal ini metode apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkn tersebut.
Ø  Bagaimanakah urutan isi/ bahan yang akan disajikan?
Ø  Bentuk instruksional apakah yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dalam situasi dan kondisinya? Apakah dipakai metode ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas individual dan lain-lainnya?
3)      Tahap penilaian
Tes uji coba;
Setelah prototipa program instruksional tersebut disusun, maka langkah berikutnya harus diadakan uji-coba. Uji-coba ini dapat dilakukan pada sampel audien untuk menentukan kelemahan dan kebaikan serta efesiensi dan keefektifan suatu program yang dikembangkan.
Analisis hasil
Hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis terutama yang berkenaan dengan;
Ø  Apakah tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak kesalahannya?
Ø  Apakah metode atau teknik yang dipakai sudah cocok denganpencapaian tujuan-tujuan tersebut, mengingat karakteristik siswa yang telah diidentivikasi?
Ø  Apakah tidak ada kesalahan dalam pembuatan instrumen evaluasi?
Ø  Apakah sudah dievaluasi hal-hal yang seharusnya perlu dievaluasi?


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis materi biologi secara Up To Date via email